Selasa, 17 Januari 2017

Dear snowbiez

Hey sno, how r you?
Wkwkwkw.. Diem dulu jangan cerewet.. Iya iya cerita. Hmm?? Masih.. Masih kok. Kangen anak itu.. Mis her af. Dia kangen ga ya?
Kenapa aku masih suka? Gaa, bukan gara gra kenangan. Toh, dari awal aku suka sama dia aku ga punya kenangan apa apa. Belom punya cerita sama sekali, dan aku tetep suka. Ada atau enggak kenangan ga ngerubah hal itu kok.. Jahat?sejahat  Jahatnya dia, tetep aja aku suka, lagian aku juga pernah janji.. Ya mau apa kmu sno? Ga suka klo aku orang nya kayak gini? *ngebuang milo
Hmmm.. Ga bisa benci lebiih tepatnya.. Toh yqng kubenci keadaan dan situasinya, bukan anak itu. Aku punya dan nggak punya alasan buat sayang sama anak itu, ketawanya, bau rambutnya, lehernya yang dia bilang bagian tubuh paling sexy, banyak seh. Ga bisa kujelasin satu satu.
Hmmm.. Aku masi kepikiran pas aku mention pillow talk di grup. Ya, pillow talk kan asli katanya bukan sex bebas atau apalah. Pillow talk itu obrolan yang ngobrol nya sebelom tidur atau di atas kasur. Biasanya topik nya romance, tapi sering juga topik yang laen. Politik, edukasi, semua topik bisa jadi obrolan pillow talk. Ya, topik yang sering aku bahas sama anak itu ya kalo ga romance, cerira fiksi, sama mimpi dan harapan. Topik favorit.
Wkwkwkw.. Dia jauh.. Banget. Gatau bakal balik apa nggak. Meh, dia yang ngelarang aku bosen nungguin dia. Wkwkwkw.. Bilang aja terserah. Keras kepala kek, buta kek, ga peka kek.. Tapi jangan anggep aku bodoh atau semacam nya.. Aku tau resiko nya, tau apa tujuan ku. Hanya ga tau caranya
Oiya, beberapa hari kemaren, font di blog anak itu berubah, tapi, udah balik normal lagi. Gatau

Selasa, 03 Januari 2017

Dear snowbiez

Hey snowbiez, can u hear me?
Hahaha
U kno, blog dia kayanya udah gabakal apdet.... Huh.. Ya, aku nunggu apdetan sih.. Mungkin dia lagi sibuk sama senpai nya.. Gada waktu lagi buat nulis.
Eniwei
Berhubung, yang tau blog ini cuma dia, dan kemungkinan kecil dia bakal baca blog ini lagi.. Jadi aku cerita di sini aja yak? Wkwkwkw.. Iya iya... Ntar beliin milo
Hmm.. Kmu mau tau asal namamu? Snowbiez? Knapa snowbiez? Gampang aja. Dua kata snow sama beast.. Snow? Ya karna dia di mata ku bagai salju.. Kotor kalo diinjek *gak gak.. Wkwkw.. Kalo diliat dari jauh cuma gumpalan putih membosankan biasa. Tapi kalo deket, flakes nya indah.. Harus kuakui.. Sangat :)). Dan beast nya gara gara kalo dia sebel kadang pas ngomong ada "hisshhh" nya gitu.
Apalagi? Sub title nya? Piece of blue fallin from the sky itu? Gampang... Itu aku. Sama sama turun dari langit kayak salju... Tapi, yang ini air. Yak, hujan ^^. Tepat  sekali. Kenapa hujan? Entahlah.. Aku suka hujan.
Dan beberapa saat setelah kmu muncul snowbiez, dia bikin fictional character.. Couple. Namanya winter sama rain.. Ya waloupun winter bukan snow.. Tapi snow kan adanya pas winter.. Yak anggep mirip mirip. *maksa. Mereka cocok banget... Ya aku berharapnya sih itu representasi dari aku sama dia.. *ngarep.. Dan sekarang rain sama winter diganti cewe kunciran sama lelaki parka.
Oke, ceritain tentang winter sama rain. Mereka,. Awalnya ketemu ga sengaja. Winter yang ceria gitu.. *gloomy inside.. Ketemu sama rain yang cuek. Makin deket makin deket... Dan suka sukaan. Terus di cerita itu muncul Erika.. Di sini ceriranya Erika seneng sama rain.. Dan ngedeketin rain -ini pas aku ketemu sama cewe yang mikir.. Dia mirip aku.. Mungkin dianggep kembaran atau sodara something- tapi rain jelas sama winter. Gitu juga sebalik nya.. Walopun winter cemburu seh. Dan akhirnya erika pergi dengan character yang belom ada namanya. Sampe di sini.. Gada cerita lanjutan..
Kmu awalnya kubuat, buat nulis blog bareng sama dia.. Tapi, ya.. Gimana lagi. Nggak. Kmu bukan kumaksud jadi pelarian curhat or whatever. Aku butuh someone, or something lah, buat cerita.. Buat jadi aku.. The real me. Makanya sekarang kmu ku personifikasi -kuanggep orang-. Kenapa ga orang lain? Manusia asli gitu? Gak ah. Ruwet. Aku ga suka terbuka ke orang. Kmu tau kan pas aku ke acaranya psikologi di kampus. Kata mbak mbak nya "temboknya tebel banget. Buka dong.. Minimal buat orang orang yang deket". Yaa skarang yang deket sama aku cuma kamu snowbiez.. Aku jadi diri sendiri nya di sini aja. Ke dia? Gabisalah. Dia ngebatesi banget jawabannya.. Sebates jawaban ke temen.. Sakit tau, kamu nih. Asal aja. Gak.. Aku gabisa apa apa.. Wkwkw.. Iya, emang aku nungguin kok.
Kalo ke yang nganggep mirip sama aku? Ya awalnya ke dia kok.. Apalagi pas berantem. Kan aku nanyain kabar doi lewat orang ini. Berhenti? Iya berhenti. Doi ga seneng liat aku deket sama cewe laen... Ya tapi dia gabilang dan baru bilang pas udah telat.. Ya aku ngerefresh seh.. Jadi biar ga deket sama temen cewe. Trus.. Alesan kedua.. Ada status "aku sih bisa sahabatan. Gatau dia bisa apa nggak" nah, gara gara ini juga aku berhenti bikin dia temen curhat.. Ya karna cuma suka kenny..

Kamis, 10 November 2016

I hate you november.
Hate you so much
You knew i love her right
Why the fuck do you  let her go
Lololol
^^

Side story - orang bodoh

Dia pikir, dia telah melakukan yang terbaik.. Telah melakukan semua yang dia mampu. Telah mencoba semua yang dia anggap perlu. Berjuang tanpa batas ucapnya dulu. Tapi sekarang terdiam merenung dibalik tudung jubah yang kebesaran.. Tanpa kata, tanpa ekspresi dan pikiran.. Kosong. Benar benar kosong. Hanya ada satu garis tipis kesadaran rapuh yang berada diambang batasnya. Letakkan sehelai rambut diatasnya, dan kesadaran itu pun buyar seketika.
Terlalu nyaman, terlalu terlena, terlalu lupa bahwa mimpi buruk itu nyata. Setelah kehilangan jati diri dan akhirnya ia menemukan siapa dirinya sebenarnya, mimpi buruk itu datang satu persatu. Identitas yang telah didapatnya pun memudar. Kembali mencari topeng topeng kepalsuan, Hingga dia sendiri tak yakin siapa dirinya lagi. Jati diri yang sia sia.
Sungguh menyedihkan
Perjuangan tanpa batas mu, hanya omong kosong
Pada akhirnya kau menyerah
Dan melepaskan
.
.
Sosok yang duduk termenung dan sedari tadi jadi bahan obrolan itu menyimak. Hanya menyimak.
Dan pada cemoohan terakhir, ia bangkit "Aku, bukan berhenti berjuang. Telah kulakukan apa yang kubisa. Dan kali ini, aku ingin duduk manis di ujung dunia, dan menanti. Hanya menanti." dan seketika itu pun ia duduk kembali. Tak bergeming.

Kamis, 15 September 2016

Side story - distance

"Nael, apa di ujung lautan tempat mu berada sekarang, hatimu masih bersama ku?
Aku tidak pernah peduli, berapa jauh dan berapa lama kau berlayar.
Tak pernah peduli, hanya bisa bertemu setahun sekali, sepuluh tahun sekali, atau lebih
Tak pernah peduli,
Tak pernah
Yang kupedulikan, ketika sang kapten kembali dengan gagahnya, dan bertemu denganku, hatinya yang hangat bersamaku. Dan lukaku akan sembuh dengan sendirinya
Hal yang membuatku bahagia, hanya satu.
'tahu bahwa engkau bersama ku, hatimu untukku'
Hanya satu hal itu
Cukup
Sangat cukup
Cepatlah kembali, aku sedang ingin masak pasta bersamamu"
Lalu di gulungnya surat itu dengan kikuk,
Diikat dengan tali, agar mudah dikeluarkan dari botolnya,
Dan surat tersebut masuk ke dalam botol, dengan seluruh perasaannya.
Dilemparkan botol tadi ke tengah samudra, dengan pertaruhan sulit surat tersebut akan sampai.
Langit malam, yang menyelimuti dan menemaninya di ujung dermaga telah berubah menjadi fajar.

Selasa, 16 Agustus 2016

Harapan yang tak dapat dipastikan

Chapter IV

"[][][][][][][]!!!"
Pikranku kembali fokus menjadi satu setelah tersentak dengan suara raungan amat keras yang membisingkan kedua daun telingaku. Aku belum mati. Hempasan cakar tajamnya hanya berhasil membelah angin di depan wajahku. Seandaikan aku tidak terjatuh karena terkejut, barangkali tubuhku telah kehilangan kepalanya.

Makhluk itu berteriak lagi, meraungkan amarahnya ke seluruh sudut hutan, dan membuat seluruh penghuninya ikut merasa tidak nyaman. Aku yang masih belum sadar penuh apa yang terjadi, melompat dan berlari menjauh, mencoba untuk menciptakan jarak antara makhluk tadi dan gadis itu.

Makhluk tadi tidak mengejarku. Hanya menatap dengan tajam dan penuh ancaman dari tempatnya berdiri. Aku berhenti berlari dan mengamati dari balik pepohonan. Jarakku dengan nya cukup jauh, dan dihalangi oleh puluhan pepohonan besar yang kokoh. Dengan tubuh sebesar itu aku yakin dia tidak akan bisa mengejarku di dalam hutan ini.

Okay, untuk mempermudah, beri makhluk itu suatu sebutan. Monster kayu mungkin? Hmmm... Butuh sebutan yang lebih pendek. Pengucapan monster kayu terlalu panjang. Zack?? Okay. Kita pakai nama itu.

Masih mengawasi, zack mendekati si gadis dan memaksanya lagi untuk memakan buah apel. Dengan enggan buah apel itu dimakan sedikit demi sedikit, dan masih terus begitu saat aku mendekati tempat mereka berdua. Membulatkan tekat untuk berbuat gila dengan segala resiko, mengesampingkan semua pikiran yang berisi kemungkinan buruk dan yang paling buruk, mengambil patahan dahan yang tergeletak di tanah, dan mulai berlari dengan serampangan mendekati zack.

Zack mengayunkan tangan berkuku tajamnya saat aku sudah masuk jangkauannya. Lompatan cepat kesamping mampu menghindari kibasan itu.
Sedikit berguling di tanah dan bangkit dengan cepat untuk melanjutkan berlari memutar. Mencoba mengincar titik buta zack, yang sia sia karena gerakannya juga cepat. Harus cari cara, harus cari cara.

Sementara aku berlari memutar, zack mengencangkan otot kakinya dan memberi kejutan dengan terkaman nya yang langsung menuju ke arahku.
Aku menunduk secepat yang kubisa, dan terkaman zack berhasil mengenai dahan yang kubawa sedari awal, membuatnya terantuk ke tanah dengan hebat, dan mengangkat ribuan pasir dan debu ke udara, mengurangi jarak pandang, menyulitkan pernapasan, dan berhasil membuatku terbatuk dan tersedak.

Adrenalin ku terpacu, jantungku berdetak sedikit lebih cepat, dan pikiranku semrawut mencari cara membebaskan gadis tadi.

Tanah bergetar hebat ketika zack mendarat disertai dentuman yang keras. Zack berlari sekencang kencangnya menuju kearahku yang berlari kembali  menuju hutan dan menerkam lagi dengan lompatan dahsyat. Tangan berkuku tajamnya terentang ke atas dan sangat siap untuk terkibas mencabikku di bawahnya..

Aku berhenti berlari, dan tepat sebelum cakarnya menjangkauku, dahan yang kupegang terhujam ke tanah, mencungkil kerikil dan pasir sekuat nya, dan melontarkan debu debu pasir ke udara bersamaan dengan kibasan dahanku ke angkasa. Spontan aku menjatuhkan diri ke tanah, mengurangi dampak kibasan cakarnya yang berhasil mengoyak permukaan kulit lenganku, dan membuatnya mengucurkan darah.

Terdengar raungan dan cegukan marah yang dahsyat, aku menoleh untuk mendapatkan sosok yang menutupi matanya dengan tangan, tampak kesusahan melihat sekelilingnya. Seketika bangkit dan berlari ke arah si gadis, mengeluarkan pisau kecil yang tersimpan dibalik bajuku, dan dengan tergesa gesa memotong sabut yang melingkari lehernya.

Sabut terpotong, dan aku berteriak padanya untuk lari. Tak ada respon. Aku berteriak lebih kencang lagi, berasumsi bahwa dia tidak dapat mendengarku, dan yang kudapat hanya tatapan matanya yang indah mengarah kepadaku dengan nanar. Mungkin dia shock dan terguncang, sehingga aku menuntunnya untuk berdiri dan mengajaknya masuk kehutan dengan berlari. Aku hampir masuk kedalam hutan saat gadis tadi berteriak dengan suara yang tertahan di tenggorokannya. Spontan aku berbalik ke belakang dan mendapati zack tengah berlari dan menerkam sekali lagi kearahku dan si gadis. Kutarik dengan kuat tangannya dan kulemparkan ia ke dalam hutan dengan sekuat tenaga, dan bersiap menghindar ketika lengan zack menghantamku dengan kuat, dan melemparkanku ke udara, menuju lembah yang terbentang di bawah tebing ini. Tempat semestinya aku mengakhiri hidupku sedari tadi.

"semoga kau bebas dan selamat"
Dan hal terakhir yang kudengar adalah raungan bercampur cegukan yang menggelegar, sebelum aku terhempas ke dasar tebing dan hilang kesadaran.

Jumat, 12 Agustus 2016

Suara yang mengganggu

Chapter III

"Makan ini!"
Pikiranku kembali pada hari itu. Hari dimana aku mendengar suara berat yang terdengar sangat aneh di telingaku. Suara itu sangat berat, terkesan terdapat keangkuhan, kesombongan, dan kerakusan disetiap ucapannya. Suara tadi, terdengar seperti suara beberapa orang yang berbicara bersamaan, dengan keangkuhan dan kerakusan yang berbeda beda, emosi yang tidak beraturan, serta serak yang membuat suara tersebut makin menyeramkan sekaligus menjijikkan.

Aku berjalan lunglai, terseret seret, bagaikan menyapu bersih daun daun kering yang aku lewati dengan kakiku. Tujuanku untuk hidup masih belum kembali, membiarkanku seperti sapi sekarat yang mencari rumput segar. Tatapanku kosong tak berarah, menerawang ke seantero sudut yang terbentang di sekelilingku.

Aku mendengar suara itu lagi ketika langkahku hampir sampai ke puncak tebing tinggi yang menjulang di tengah hutan. Tempat yang seharusnya menjadi tempatku mengakhiri hidupku setelah ini. Suara tadi -yang lagi lagi terdengar- mengusikku dan membuatku tidak nyaman. Suara tadi sudah tidak terdengar seperti suara manusia, hanya terdengar seperti eraman, auman, getaran, gesekan, siulan, dan hentakan yang menjadi satu.. Aku hampir tidak bisa melupakan satu hal yang sangat menggangguku dalam suara tersebut. Suara cegukan. Suara cegukan yang tidak karuan ditengah tengah semua suara yang mengganggu.

Merepotkan. Sungguh merepotkan. Kenapa aku harus terganggu dan penasaran dengan suara menjijikkan yang harusnya bisa aku abaikan. Mari lakukan hal yang seharusnya. Naik ke puncak tebing, lalu lompat ke dasar kaki tebing yang berada jauh dibawahnya. Nyawaku akan hilang, dan selesai semua penderitaan dan kekhawatiranku pada dunia yang memuakkan ini.
Tapi tubuhku seolah bergerak sendiri. Aku berbalik dan mulai melangkahkan kakiku yang masih saja menyapu bersih daun daunan kering dan juga serangga serangga remeh yang kulalui. Ah terserah, pikirku. Tak ada salahnya pada saat terakhir aku melihat sesuatu yang tak terduga sebelum aku meninggalkan dunia fana ini. Toh aku tidak akan menyesal di kemudian hari, dan mungkin akan merasa takjub di sepanjang kematianku, setelah melihat makhluk luar biasa, yang bisa mengeluarkan suara semenjijikkan itu.

Di balik semak belukar berduri di depan ku aku melihat makhluk yang berdiri dengan dua kaki. Makhluk itu berdiri membelakangiku. Punggungnya yang lebar dan ditumbuhi jamur hutan berwarna coklat pucat memberi kesan tembok yang dulunya kokoh, membusuk dan rapuh dimakan usia serta penderitaan. Kedua tangannya yang juga besar serta berkuku panjang dan tajam, seakan berbisik padamu suara kematian. Kakinya yang kecil dan penuh ketidakproporsionalan menopang tubuh dan anggota badan lainnya yang besar, seakan bangunan yang dibuat dengan pondasi asal asalan, dan jika kau tiup dengan sekuat tenaga, bangunan yang berada diatasnya akan roboh seketika.

Aku tetap berlutut dan bersembunyi di balik semak semak, menunggu makhluk itu berbalik dan memperlihatkan wajahnya. Aku merasa penasaran dan masih belum ingin pergi dari tempatku saat ini. Aku mencari ranting yang tergeletak di sekitarku, mengambil satu yang cukup panjang dari sekian banyak ranting pendek, lalu memperlebar lubang yang tersusun dari semak belukar berduri agar pemandangan yang ada di hadapanku semakin jelas terlihat.

Selang beberapa saat, makhluk tadi bergerak perlahan. Berjalan memutar tanpa tujuan, dan memperhatikan sekeliling. Apa dia menyadari kehadiranku? Aku dapat melihat wajahnya. Suatu wajah yang tidak pernah kulihat sebelumnnya. Wajah itu hanya memiliki dua mata, mulut yang tertutup rapat, dan lubang hidung. Tidak seperti wajah manusia atau hewan. Lebih seperti sebongkah kayu kering yang dipahat menyerupai wajah, dan di pasang di atas tubuh makhluk tadi. Terlihat seperti topeng menurutku, atau memang topeng yang dipasang untuk melindungi wajahnya? Tapi melindungi dari apa? Tidak ada yang berani mengganggu makhluk mengerikan semacam itu kurasa.

Ketika dia bergerak, di tempat yang tadi tertutup oleh badan besarnya, aku melihat seorang gadis. Bagaikan bidadari. Gadis itu tersinari oleh sorotan cahaya matahari yang menembus dibalik dedaunan hutan yang lebat, semakin memperindah pemandangan di depanku. Tangan kanannya menggenggam apel yang sudah tergigit. Ia pasti dipaksa memakan apel oleh monster itu, batinku. Gadis itu mengenakan baju panjang berkain tipis berwarna putih yang membalut kulitnya secara lembut. Di lehernya terpasang tali kasar yang terbuat dari sabut, yang menggoreskan luka luka lecet di leher indah gadis itu di setiap gesekan kecil. Air mata keluar dari kedua matanya, menetes di atas apel, dan mengalir kebawah, lalu jatuh dan musnah diatas tanah humus di bawahnya.

Seketika itu aku tersentak dan merinding. Tatapanku beralih mengarah ke arah langit dan saat itu tatapanku beradu dengan sebongkah kayu rapuh yang memiliki mata dan mulut di atasnya. Mulut bongkahan kayu itu terbuka lebar, dan terdengar suara yang sangat melengking, dan sangat mengganggu pikiranku. Pikiranku seolah diaduk aduk menjadi satu, mencampur ingatan lama dan baru, membolak balik fakta dan opini serta kebohongan di kepalaku. Dan saat kulihat tangan bercakar panjang dari makhluk tadi berayun menuju kearahku, semua pikiranku yang kocar kacir berubah menjadi satu pikiran pasti.

"Aku belum mau mati."